Pekerjaan sosial koreksional




Nama : SIBRA MALISI

Nim.   : 180405035

Prod.  : Kesejahteraan Sosial

MK.    : Pekerjaan Sosial Koreksional

Dos.   : Meutia Delima. Ibr,S.Sos.I.,M.Ag.


Tugas Pekerjaan Sosial Koreksional


  1. Pencegahan disfungsi sosial

Menurut  pasal 1 UU no 14 tahun 2019 tentang pekerja sosial pencegahan disfungsi sosial adalah upaya untuk mencegah keterbatasan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam menjalankan keberfungsian sosialnya. Pekerja sosial koreksional akan membantu klien yang berurusan dengan hukum atau masalah lainnya seperti ODHA (orang dengan HIV/AIDS), korban NAPZA, tuna susila, korban kekerasan seksual, gelandangan, penderita penyakit kronis, dll, dengan memberikan layanan agar klien tersebut nantinya ketika kembali ke lingkungan masyarakat dapat memfungsikan sosialnya kembali dengan baik. Sebagaimana disebutkan dalam UU pekerja sosial bahwa Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk mencegah terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak lagi memberikan stigma negatif bagi klien ketika kembali ke dalam lingkungan masyarakat dan klien dapat berfungsi kembali dalam kehidupan sosial seperti layaknya individu atau kelompok yang lain.

Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:

  1. penyuluhan sosial;

  2. bimbingan sosial;

  3. pendampingan sosial;

  4. peningkatan kapasitas;

  5. pelatihan keterampilan;

  6. pelayanan aksesibilitas;

  7. advokasi sosial; dan/atau

  8. Pencegahan Disfungsi Sosial bentuk lain.

Pencegahan Disfungsi Sosial dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h ditetapkan oleh Menteri.

Pekerja sosial akan memberikan pemahaman atau edukasi kepada sasarannya terkait program kesejahteraan sosial, terkait PMKS, dan memecah permasalahan yang sedang dihadapi klien.

Penyuluhan sosial adalah suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan, tulisan maupun peragaan kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan dan kemauan guna berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Makna atau arti: Penyuluhan sosial sebagai proses perubahan perilaku, yaitu bahwa penyuluhan tidak sekedar memberi tahu atau menerangkan, dalam kaitan ini tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan sosial adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha meningkatkan kehidupannya, Penyuluhan sosial sebagai proses penyebarluasan informasi, yaitu proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan dan perubahan cara-cara penanganan masalah kesejahteraan sosial, demi tercapainya peningkatan  kesejahteraan sosial individu, keluarga, kelompok, organisasi dan masyarakat, Penyuluhan sosial sebagai proses komunikasi, yaitu penyebarluasan informasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan, tulisan maupun peragaan kepada kelompok sasaran, Penyuluhan sosial sebagai proses pemberian motivasi, yaitu proses untuk menumbuhkan dan mendorong kemauan kelompok sasaran agar berperan secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, Penyuluhan sosial sebagai proses pendidikan (edukasi), yaitu suatu system pendidikan nonformal untuk membuat mereka tahu, mau, dan mampu berswadaya agar berperan aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Bimbingan sosial adalah pekerja sosial berperan sebagai konselor untuk memberikan bimbingan bagi klien agar ketika kembali kelingkungan masyarakat, klien dapat menyesuaikan diri. Dimana klien akan diberikan nasehat dan motivasi sehingga dapat mengaktualisasi diri dengan baik. Konselor akan membantu konseli dalam menemukan masalah sehingga dapat terpecahkan dengan baik.

Pendampingan sosial merupakan suatu proses relasi sosial antara pendamping dengan klien yang bertujuan untuk memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas .

Peningkatan kapasitas (capacity building) merupakan suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan. Perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi.

Sebelum klien kembali kelingkungan masyarakat, klien akan diberikan keterampilan dan berwirausaha, klien akan diberikan pelatihan dalam hal wirausaha atau keterampilan yang dimana klien ketika kembali kelingkungan akan mudah untuk mendapatkan kebutuhan hidup dari hasil wirausahanya dan klien tidak akan kembali melakukan hal-hal yang terlarang lagi. Misalkan pengedar sabu ketika berada di LP mereka akan dilatih keterampilan dalam berwirausaha sehingga ketika kembali kelingkungan masyarakat, klien sudah ada pekerjaan yang layak dan dapat hidup mandiri tanpa menyusahkan masyarakat di lingkungannya. Pelatihan keterampilan ini juga diwujudkan di dalam lembaga Gampong seperti PKK.

Pelayanan aksesibilitas adalah pelayanan yang dilakukan peksos untuk memudahkan klien memperoleh akses terhadap fasilitas publik, sarana dan prasarana yang ada dalam lingkungan masyarakat. Klien juga bagian dari masyarakat sehingga akses publik juga harus didapatkan seperti layaknya individu yang lain.

Advokasi sosial merupakan suatu usaha yang sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan perubahan, dengan cara memberikan dukungan dan pembelaan terhadap kaum lemah atau terhadap mereka yang menjadi korban dari sebuah kebijakan dan ketidakadilan. Advokasi sosial berfungsi dalam konseling berupaya memberikan bantuan (oleh konselor) agar hak-hak keberadaan, kehidupan dan perkembangan orang atau individu atau klien yang bersangkutan kembali memperoleh hak-haknya yang selama ini dirampas, dihalangi, dihambat, dibatasi atau dijegal. Bagaimana peksos berusaha untuk membantu klien untuk mendapatkan hak-hak dan kewajiban mereka selayaknya individu atau kelompok yang lain.


2. Perlindungan Sosial

 Sebagaimana disebutkan dalam UU Kesejahteraan sosial bahwa Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Sebagaimana tersebut dalam UU penyelenggara Kesos no 39 tahun 2012 pada BAB V PERLINDUNGAN SOSIAL Pasal 28 disebutkan bahwa :

  1. Perlindungan Sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.

  2. Perlindungan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang berada dalam keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam.

  3. Perlindungan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

a.bantuan sosial;

b.advokasi sosial; dan/atau

c.bantuan hukum.

Pasal 29

(1)Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar.

(2)Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sementara dan/atau berkelanjutan dalam bentuk:

a.bantuan langsung;

b.penyediaan aksesibilitas; dan/atau

c.penguatan kelembagaan.

(3)Bantuan sosial yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pada saat terjadi guncangan dan kerentanan sosial secara tiba-tiba sampai keadaan stabil.

(4)Dalam hal terjadi guncangan dan kerentanan sosial akibat bencana, bantuan sosial yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

(5)Bantuan sosial yang bersifat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah bantuan sementara dinyatakan selesai.

(6)Bantuan sosial yang bersifat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan sampai terpenuhinya kebutuhan dasar minimal secara wajar yang ditetapkan oleh Menteri atas rekomendasi dari pemerintah daerah.

(7)Pemberian bantuan sosial yang bersifat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.


Pasal 30

Jenis bantuan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a, berupa:

a.sandang, pangan, dan papan;

b.pelayanan kesehatan;

c.penyediaan tempat penampungan sementara;

d.pelayanan terapi psikososial di rumah perlindungan;

e.uang tunai;

f.keringanan biaya pengurusan dokumen kependudukan dan kepemilikan;

g.penyediaan kebutuhan pokok murah;

h.penyediaan dapur umum, air bersih, dan sanitasi yang sehat; dan/atau

i.penyediaan pemakaman.

Pasal 31

Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan kegiatan:

a.melakukan rujukan;

b.mengadakan jejaring kemitraan;

c.menyediakan fasilitas; dan/atau

d.menyediakan informasi.

Pasal 32

Penguatan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan kegiatan:

a.menyediakan dukungan sarana dan prasarana;

b.melakukan supervisi dan evaluasi;

c.melakukan pengembangan sistem;

d.memberikan bimbingan dan pengembangan sumber daya manusia; dan/atau

e.mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan.

Pasal 33

(1)Advokasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya.

(2)Advokasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak.

Pasal 34

(1)Penyadaran hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dilaksanakan dengan kegiatan:

a.penyuluhan;

b.pemberian informasi; dan/atau

c.diseminasi.

(2)Pembelaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dilaksanakan dengan kegiatan:

a.pendampingan;

b.bimbingan; dan/atau

c.mewakili kepentingan warga negara yang berhadapan dengan hukum.

(3)Pemenuhan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dilaksanakan dengan kegiatan:

a.pemberian pelayanan khusus; dan/atau

b.pemulihan hak yang dilanggar.

Pasal 35

(1)Bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c diselenggarakan untuk mewakili kepentingan warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

(2)Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.

Pasal 36

Pembelaan dan konsultasi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dilakukan dengan:

a.melakukan investigasi sosial;

b.memberikan informasi, nasihat, dan pertimbangan hukum;

c.memfasilitasi tersedianya saksi;

d.memfasilitasi terjadinya mediasi hukum;

e.memfasilitasi tersedianya jasa bantuan hukum; dan/atau

f.memberikan pendampingan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.



3. Rehabilitasi Sosial

Sebagaimana dalam UU no 39 tahun 2012 ttg penyelenggara Kesos dikatakan bahwa habilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.


Sebagaimana disebutkan dalam UU penyelenggara Kesos no 39 tahun 2012 dalam BAB II REHABILITASI SOSIAL yaitu :

Pasal 4

(1)Rehabilitasi Sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

(2)Pemulihan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mengembalikan keberfungsian secara fisik, mental, dan sosial, serta memberikan dan meningkatkan keterampilan.

Pasal 5

(1)Rehabilitasi Sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

(2)Rehabilitasi Sosial yang dilaksanakan secara persuasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ajakan, anjuran, dan bujukan dengan maksud untuk meyakinkan seseorang agar bersedia direhabilitasi sosial.

(3)Rehabilitasi Sosial yang dilaksanakan secara motivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa dorongan, pemberian semangat, pujian, dan/atau penghargaan agar seseorang tergerak secara sadar untuk direhabilitasi sosial.

(4)Rehabilitasi Sosial yang dilaksanakan secara koersif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tindakan pemaksaan terhadap seseorang dalam proses Rehabilitasi Sosial.

Pasal 6

(1)Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada seseorang yang mengalami kondisi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, serta yang memerlukan perlindungan khusus yang meliputi:

a.penyandang cacat fisik;

b.penyandang cacat mental;

c.penyandang cacat fisik dan mental;

d.tuna susila;

e.gelandangan;

f.pengemis;

g.eks penderita penyakit kronis;

h.eks narapidana;

i.eks pencandu narkotika;

j.eks psikotik;

k.pengguna psikotropika sindroma ketergantungan;

l.orang dengan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome;

m.korban tindak kekerasan;

n.korban bencana;

o.korban perdagangan orang;

p.anak terlantar; dan

q.anak dengan kebutuhan khusus.

(2)Rehabilitasi Sosial yang ditujukan kepada seseorang selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 7

(1)Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan dalam bentuk:

a.motivasi dan diagnosis psikososial;

b.perawatan dan pengasuhan;

c.pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;

d.bimbingan mental spiritual;

e.bimbingan fisik;

f.bimbingan sosial dan konseling psikososial;

g.pelayanan aksesibilitas;

h.bantuan dan asistensi sosial;

i.bimbingan resosialisasi;

j.bimbingan lanjut; dan/atau

k.rujukan.

(2)Bentuk Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan:

a.pendekatan awal;

b.pengungkapan dan pemahaman masalah;

c.penyusunan rencana pemecahan masalah;

d.pemecahan masalah;

e.resosialisasi;

f.terminasi; dan

g.bimbingan lanjut.

Pasal 8

Rehabilitasi Sosial dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional yang bersertifikat dan mendapat izin praktik dari Menteri.

Pasal 9

(1)Rehabilitasi Sosial dalam keluarga, masyarakat, dan panti sosial dilakukan berdasarkan standar Rehabilitasi Sosial dengan pendekatan profesi pekerjaan sosial.

(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Rehabilitasi Sosial dan pendekatan profesi pekerjaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


4. Pemberdayaan Sosial

Sebagaimana dimaksudkan dalam UU penyelenggaraan Kesos no 39 tahun 2012 bahwa Pemberdayaan Sosial dimaksudkan untuk:

a.memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah Kesejahteraan Sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

b.meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

Pasal 16

Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan melalui:

a.peningkatan kemauan dan kemampuan;

b.penggalian potensi dan sumber daya;

c.penggalian nilai-nilai dasar;

d.pemberian akses; dan/atau

e.pemberian bantuan usaha.

Pasal 17

Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan dalam bentuk:

a.diagnosis dan pemberian motivasi;

b.pelatihan keterampilan;

c.pendampingan;

d.pemberian stimulan modal, peralatan usaha dan tempat usaha;

e.peningkatan akses pemasaran hasil usaha;

f.supervisi dan advokasi sosial;

g.penguatan keserasian sosial;

h.penataan lingkungan; dan/atau

i.bimbingan lanjut.

Pasal 18

Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilakukan dalam bentuk:

a.diagnosis dan pemberian motivasi;

b.penguatan kelembagaan masyarakat;

c.kemitraan dan penggalangan dana; dan/atau

d.pemberian stimulan.

Pasal 19

(1)Pemberdayaan Sosial terhadap seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a ditujukan kepada seseorang sebagai individu yang miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi.

(2)Pemberdayaan Sosial terhadap seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada seseorang yang memiliki kriteria:

a.berpenghasilan tidak mencukupi kebutuhan dasar minimal;

b.keterbatasan terhadap keterampilan kerja;

c.keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial dasar; dan/atau

d.keterbatasan akses terhadap pasar kerja, modal, dan usaha.

Pasal 20

(1)Pemberdayaan Sosial terhadap keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a ditujukan kepada keluarga yang miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi.

(2)Pemberdayaan Sosial terhadap keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada keluarga yang memiliki kriteria:

a.berpenghasilan tidak mencukupi kebutuhan dasar minimal;

b.keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial dasar; dan/atau

c.mengalami masalah sosial psikologis.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria berpenghasilan tidak mencukupi kebutuhan dasar minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dan Pasal 20 ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 22

(1)Pemberdayaan Sosial terhadap kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a ditujukan kepada kumpulan orang baik yang terbentuk secara sukarela maupun yang sengaja dibentuk dengan tujuan tertentu, miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi.

(2)Pemberdayaan Sosial terhadap kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada kelompok yang memiliki kriteria:

a.mempunyai potensi, kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan usaha bersama;

b.mempunyai jenis usaha dan tinggal di wilayah yang sama; dan/atau

c.mempunyai keterbatasan akses terhadap pasar, modal, dan usaha.

Pasal 23

(1)Pemberdayaan Sosial terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a ditujukan kepada komunitas adat terpencil yang terdiri dari sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang:

a.terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya; dan

b.miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi.

(2)Pemberdayaan Sosial terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada masyarakat yang memiliki kriteria:

a.keterbatasan akses pelayanan sosial dasar;

b.tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya alam;

c.marjinal di pedesaan dan perkotaan; dan/atau

d.tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar, dan terpencil.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan sosial terhadap komunitas adat terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.


5. Pengembangan Sosial

Sebagaimana tersebut dalam UU no 14 tahun 2019 tentang pekerja sosial, bahwa : Pengembangan Sosial adalah upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan atau daya guna individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang sudah berfungsi dengan baik.

Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas kehidupan serta Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat melalui partisipasi aktif atas prakarsa perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan daiarn bentuk:

pemetaan sosial;

advokasi sosial;

pendidikan psikoedukasi;

kampanye sosial;

pengembangan kemitraan;

peningkatan aksesibilitas;

supervisi sosial;

penguatan integrasi sosial;

pengembangan inovasi pekerjaan sosial; dan/atau

Pengembangan Sosial bentuk lain.

Pengembangan Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j ditetapkan oleh Menteri.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Objek wisata Islami Aceh

nonton Film series netflix online tanpa bayar